Header blogku masih dengan potret keluarga beranak dua, meski saat ini aku resmi menyandang status sebagai ibu dari tiga anak lelaki. Satu tahun tak menulis di laman ini, aku masih berusaha tetap produktif menulis. Sepanjang kehamilan anak ketigaku, aku mengikuti beberapa lomba kepenulisan dan berhasil menjuarai beberapa diantaranya. Qadarullah, niat untuk kembali menerbitkan buku solo harus tertunda karena laptop sebelumnya rusak. Hardisk tak lagi bisa diselamatkan. Itu berarti, ada lebih dari dua draft naskah yang telah tuntas kutulis dan sedang masa pengendapan... namun harus kuikhlaskan begitu saja.

Nyesek nggak? Banget.

Tapi meski seperti hendak menangisi naskah-naskah yang hilang begitu saja, aku harus tetap berpositif thinking. Anggap saja, naskah-naskah tersebut sebagai ajang latihanku. Semakin sering menulis, bukankah keterampilan itu juga akan kian terasah? Tetap husnudzhon, bahwa setelah ini aku akan melahirkan karya-karya yang jauh lebih hebat lagi dari draft yang hilang tanpa sempat kuselamatkan. Aamiin insyaa Allah.

Terpenting, aku tak memutuskan untuk mutung dan berhenti menulis. Satu minggu menangisi naskah-naskah tersebut, aku bangkit dan menulis ulang sesuai outline yang masih terekam dalam memori. Walau untuk menulis satu cerpen, butuh waktu dua hari, dan berhari-hari selanjutnya untuk diendapkan, diedit mandiri, sebelum akhirnya dikirim ke redaksi.

Ini perjuangan seorang ibu dengan dua toddler berjarak dekat. Ketika baru menulis satu halaman, si bayi akan merengek hendak menyusu atau balita yang minta ditemani bermain. Terlebih, aku tak memiliki privilege bantuan rewang/nanny apalagi orangtua dan keluarga yang dengan sigap bisa membantu, atau bersedia dititipi anak. Nyaris semua kegiatanku di dalam maupun luar rumah akan disertai dengan keberadaan anak-anak. Ya mau bagaimana lagi? Jika ayah mereka saja sangat bergantung sekali *riweuh ceunah ðŸ˜‚

Sampai-sampai ketika mengajar ekstra Jurnalistik Sastra di SMP, atau ketika menjadi mentor bidang penulisan cerpen di SMA, yang mengantar sudah pasti satu rombongan keluarga; suami dan ketiga anak kami. Jarang-jarang kan? Ada yang pergi ngajar tapi satu KK ikut semua, hidupku memang serandom itu sih. Mergo kahanan.

Sejauh ini, aku bersyukur untuk setiap kesempatan dan pencapaian sesederhana apapun. Meski harus menyesuaikan dengan sikon yang ada, walaupun terkesan agak lamban jika dibandingkan yang lain, setidaknya aku tetap memiliki progress dari proses yang kukerahkan secara berkesinambungan. 

Toh tak ada yang tahu seperti apa strugglesnya ibu anak tiga ini. Yang masih harus meladeni debat random bersama suami, kerewelan anak, dan kondisi ranah domestik yang wah setiap harinya.

Ada janji untuk tak terlalu lama fakum dari dunia kepenulisan begitu usai melahirkan anak ketiga. Agar tak terulang sama seperti pengalaman di anak pertama dan kedua. Yang seolah butuh waktu bilangan tahun untuk mengembalikan produktifitas dalam berkarya, sebab kesibukan berjibaku dengan keluarga dan urusan domestik harian yang menguras fokus maupun energi. Dan di penghujung hari, aku seperti kehabisan energi besar itu.

Ditambah tak semua orang bisa menulis dalam kondisi yang dipenuhi hiruk pikuk kebisingan. Ada yang memerlukan sedikit pancingan mood dengan ketenangan.

Jadi, sembari mengerjakan apa yang seharusnya sudah terselesaikan... bentuk produktifitas yang juga sedang kukerahkan adalah menggerakkan forum lingkar pena cabang Magelang bersama kawan-kawan yang tergabung di dalamnya. Tak sepenuhnya berjalan sesuai, tapi itu bukan masalah. Semua orang butuh ruang tumbuh dari pembelajaran yang akan berjalan seiring dengan pengalaman maupun pemahaman yang bertambah.

Bukan seseorang yang expert, tapi aku ingin tahu sejauh apa batasku. Mencoba hal-hal baru, menekuni satu dua hal, dan berusaha memberikan performa terbaik sesuai apa yang dibisa.. semata-mata karena itulah yang diinginkan seseorang dengan jiwa pembelajar.

Tak semua orang memiliki kesempatan. Aku tahu betul bagaimana rasanya ingin menjadi dan melakukan banyak hal yang berarti, tetapi kau tak beroleh kesempatan menyumbang aspirasi... bahkan sedihnya, kau pun tak beroleh ruang untuk sekadar unjuk kebermanfaatan diri. 

Kadang, berkecil hati. Kadang pula, berusaha berbesar jiwa. Selapang mungkin menerima apa-apa yang berbeda dan terasa tak ramah dalam perihal perlakuan dan penerimaan. Kita memang tak pernah bisa menjadi sebaik ekspektasi siapapun bukan? Akan ada saja yang menganggap kita tak cukup baik.

Dalam beberapa titik, kita sendiri pun pernah tak puas dengan performa diri sendiri. Asal semua itu tak menjadi hambatan, apalagi alasan untuk menahan langkah demi dapat bertumbuh lebih baik lagi. Sebaliknya, kita terdorong untuk maju dan membuktikan diri.

Bentuk produktifitas lain yang sepertinya menjadi kebutuhan primer diri, adalah membaca buku-buku di tiap kesempatan. Aku masih terus menantang diri dengan list buku bacaan yang bertambah setiap bulannya, memastikan bahwa aku masih memiliki ruang belajar meski bertambah momongan beserta seabrek kesibukan lainnya.

Masyaa Allah alhamdulillah, kami sudah punya dua rak buku besar di rumah. Hampir penuh. Sudah ada ratusan judul buku di pojok baca rumah kami, yang kunamai Pojok Balis (Baca-Tulis). Jika pun belum bisa menggerakkan ini serupa TBM untuk kebermanfaatan ke lingkungan sekitar, setidaknya ruh literasi itu sudah lebih dulu kutumbuhkan di lingkup keluarga kecil kami. Dengan membiasakan anak-anak bersahabat dengan buku bacaan.

Beberapa kali komisi dari hasil ngonten di Shopee Affiliate Program terpakai untuk membeli buku-buku bacaan. Menambah referensi bacaan yang ada di pojok baca rumah kami.

Output kecilnya; anak pertamaku yang duduk di kelas tiga Sekolah Dasar pelan-pelan memiliki kesadaran sendiri untuk membaca buku di samping waktu bermainnya. Selain membiasakan anak-anak dengan buku bacaan, menyediakan bacaan ramah anak sesuai usia adalah pe-er orangtua. Karena tak ada anak yang otomatis menyenangi bacaan atau buku, hanya dengan beberapa kali perintah membaca yang berasal dari guru maupun orangtuanya. 

Yang harus kita lakukan adalah memberikan contoh, mengajak mereka lebih dekat dengan buku, dan yang terpenting adalah sediakan bahan bacaan itu di rumah. Di lingkup tempat mereka bertumbuh kembang.

Sekalipun hanya ada satu rak kecil dengan beberapa buku bacaan di sudut rumah, itu sudah luar biasa! Pelan-pelan, ajak anak untuk mengerti betapa menyenangkannya menyisihkan uang untuk membeli buku bacaan di toko buku. Bisa juga dengan sesekali mengajak anak untuk berwisata literasi ke perpustakaan daerah. Menyenangkan bukan? :)

Ada banyak harapan besar dari ibu yang memiliki banyak mimpi tentang berbagi, semoga satu persatu harapan baik yang pernah kulangitkan dalam bentuk doa, Allah perkenankan kembali ke pelukan dengan sebaik-baik pencapaian yang manfaatnya tak hanya bagi diri sendiri... tetapi pula khalayak luas.

Bismillah biidznillah, untuk Rumah Literasi Pojok Balis yang sedang kami semogakan di setiap harapan dan doa yang mengetuk arasy-Nya, semoga lekas teramini dengan baik dan dipermudah segala sesuatunya.

Aamiin. Allahumma aamiin.


Senang bisa kembali menulis di sini. Semoga postingan pembuka ini menuntaskan rindu, dan ada manfaat baik yang bisa diambil dari sekian paragraf yang terbaca darinya. Selamat malam, selamat beristirahat.


______________________________


Magelang, 24 Agustus 2024

Copyright: www.bianglalahijrah.com

0 Komentar