Kadang, ada hal-hal di masa lalu yang menyeruak menghadirkan rasa rindu. Kenangan akan kejadian tertentu, kesan pada orang atau pun tempat yang pernah dikunjungi, maupun perasaan-perasaan yang selalu memberikan nuansa sendu setiap kali muncul ke permukaan.

Ada yang bisa disapa walau jarak jauh terbentang, tetapi teknologi daring membuat komunikasi sedekat bersama walau tak dapat menjangkau raga.

Ada yang hendak disapa, tetapi tak ada kabar tentangnya... apa mungkin di sana ia baik-baik saja?

Ada yang masih bisa ditemui jejak digitalnya pada sosial media, akan tetapi si pemilik akun telah berpulang ke Yang Kuasa.

Malam ini, aku berselancar sebab rindu dan keingintahuan mengusik ketenangan. Mulailah aku mengunjungi beberapa akun orang-orang yang ada di masa lalu. Dari akun sahabat lama, teman sekolah, maupun mereka yang pernah kutemui sejak usia remaja ketika memutuskan hidup merantau sendirian di tanah orang.

Aku jadi sedemikian melankolis ketika menatap satu persatu potret mereka dari masa ke masa. Bahkan tag pada status juga masih bisa kuakses. Betapa kami pernah sedekat itu dulunya. Ketika bahasa tulisan di linimasa masih menggunakan huruf campuran yang disebut alay di masa kini. Masa ketika gaya Emo masih menjadi tren. Atau lagu-lagu kasmaran dari group band yang diantaranya masih eksis hingga saat ini, menjadi tontonan yang ditunggu pada penghujung pekan di salah satu siaran TV bertajuk musik anak milenial seperti Dahsyat dan Inbox.

Ada hal yang mendatangkan rindu, walau tak ada keinginan untuk memutar waktu demi kembali ke masa itu. Yang terjadi justru, aku merenung sedih. Menyadari betapa cepat waktu berlalu. Menjadikan orang-orang yang pernah ada di kehidupan kita sebelumnya sebagai kawan lama. Ada yang masih bertukar sapa, ada pula yang seperti orang asing seakan tak pernah berjumpa.

Hal-hal yang pernah dilalui bersama menjadi pengalaman. Kejadian yang menyenangkan atau pun tidak pada akhirnya serupa pembelajaran dalam hidup.

Satu hal yang terbersit begitu kuat, andai bisa menyapa... aku sangat ingin melempar pertanyaan sebagaimana mungkin aku akan memberikan jawaban.

Apa kalian bahagia saat ini? 

Apa kalian telah menjalani hidup sebagaimana yang kalian inginkan dulu? 

Apa kalian menghadapi kesulitan-kesulitan yang sama sepertiku untuk bisa sampai ke titik sekarang? 

Apa kehidupan dewasa yang dijalani saat ini setidaknya memenuhi sekian ekspektasi?

Waktu yang terus bergulir cepat menjadikan kita dengan segera tumbuh dewasa walau mungkin ada yang terjebak di usia tertentu. Pertanyaan "Apa kabar?" sudah sangat umum dan terlalu basa-basi. Maka, pertanyaan "apa kau telah berbahagia" apakah bisa membuka obrolan mendalam tentang betapa menakjubkannya masa-masa terdahulu, serangkaian peristiwa yang terasa cepat sekali berganti masa?

Kendati kemudian, di sinilah kita sekarang. Menjadi orang dewasa yang sibuk bertahan hidup. Beruntung jika kita tak lagi dipusingkan dengan pertanyaan akan dibawa ke mana hidup ini, atau harus bagaimana kita menjalani hidup yang tinggal mengikuti ketentuan dari-Nya.

Barangkali, ada yang masih meraba-raba akan ke mana dan sibuk mengejar makna bahagia. Padahal usia tak lagi muda, kesempatan memberi arti dalam sekejap akan berganti hari tua. Lalu, apa di hari itu kita akan menyesali kesempatan yang terbuang percuma tanpa sempat memberikan kebermaknaan yang lebih baik?

Maka semoga kita benar-benar meraih apa yang paling disemogakan dalam tiap doa dan harapan, untuk kebaikan di dunia maupun akhirat kelak.

Aku berdoa, untuk siapapun yang pernah datang ke kehidupanku. Baik itu yang singgah dengan kesan baik atau pun buruk. Yang menetap sejenak dan sempat memberikan arti. Atau yang pergi sebab tak lagi saling peduli. Kuharap kita menemukan bahagia dan kesuksesan yang dicita-citakan. Berhenti membuang waktu pada yang tak semestinya diperjuangkan. Berbuat lebih banyak kebaikan untuk kebermaknaan yang tak hanya sesaat. Menemukan seseorang yang bisa menjadi belahan jiwa yang menentramkan hati. Bertemu orang-orang baik dan saling memberi arti.

Entah aku atau pun kamu selaku guru, semoga hubungan yang pernah terjalin hanya menyisakan hal baik. Tak ada dendam, kebencian, kemarahan, maupun perasaan tak rela.

Dengan begitu aku atau pun kamu, dapat menjalani hidup dengan sebaik mungkin. Mengikhlaskan tiap-tiap hal yang pernah berlaku, memaafkan ingatan yang tak menyenangkan, berdamai dengan sisa rasa dari kenangan yang tertinggal bersamanya. Tak perlu memaksa lupa, sebab ingatan buruk pun diperlukan untuk suatu proses menemukan inti makna; pulang kepada diri sendiri dengan penerimaan yang utuh. 

Sebuah pintu yang akan menjadikan kita sebagai manusia baru, yang memaknai bahagia dari sudut pandang berbeda. Menemukan arah hidup yang jauh lebih baik, berhenti di satu titik untuk menetap dan bertumbuh hingga masa penghabisan nanti. Namun kelak di hari itu, kita berpuas diri sebab telah mengerahkan kebaikan-kebaikan tanpa henti. Yang mengalirkan pahala jariyah hingga ke liang kubur nanti.

Terima kasih ya, pernah hadir di dalam kehidupan yang Allah karuniakan. Menjadi guru yang mengajarkan apa-apa yang tak siapapun dapati di bangku sekolah.

Kekecewaan untuk memahami sebaik apa kerelaan.

Kemarahan untuk mengerti betapa tenangnya pengampunan.

Kesedihan untuk meresapi bahwa tiada yang abadi termasuk pula kebahagiaan.

Bahkan ketika runtuh, akan ada masa untuk kembali utuh.


Dear diriku, terima kasih pula untukmu. Berbahagialah, dalam setiap momentum yang ada.


__________________________


Magelang, 25 Agustus 2024

Copyright: www.bianglalahijrah.com

0 Komentar