Feeling is Healing : Jika Kamu Merasakannya, Kamu Bisa Menyembuhkannya
Say Goodbye pada 2020 yang telah hitungan hari berlalu di belakang sana. Banyak hal sepanjang tahun kemarin yang terasa berat dilakoni namun ternyata berhasil dilalui. Dari aturan baru sebab adanya pandemi. Semua lini yang kemudian mengharuskan adaptasi total untuk stay safe di tengah gempuran covid.19 yang bahkan sampai hari ini masih belum juga beranjak. Hingga pada setiap bagian dari keseharian yang diharuskan berubah mengikuti pola yang ada selama corona masih merajalela.
Pagi ini aku menonton salah satu video Zero to Hero, kebetulan bintang tamunya adalah Marshanda. Seorang wanita tegar, yang juga pengidap bipolar.
Melalui bahasan di video tersebut, banyak sekali hal positif yang bisa dipetik. Terutama dari apa yang disampaikan oleh sosok Caca. Tentang berdamai dengan masa lalu, melepas luka batin dari trauma yang pernah dialami, serta tips untuk bisa sembuh dari semua itu.
Aku teringat pada status yang kutulis tepat di bulan Desember, penghujung tahun 2020 kemarin.
"Bagaimana cara menyembuhkan diri dari trauma karena luka pengasuhan?"
Status yang kutulis di tengah rasa depresi yang saat itu sempat terasa kuat mencengkram diri. Terlebih, ketika setengah mati berkata "i'm okay" tetapi sebenarnya aku tidak sedang baik-baik saja. Layaknya bola yang dilempar ke dinding, ia berbalik memantul. Semakin kuat kamu melemparnya, semakin kuat dia berbalik memukulmu. Seperti itu rasa pengap yang berusaha ditolak tetapi justru menjadi parasit yang hanya menjadikan diri semakin sakit.
Caca benar, semakin kita menolak rasa sakit itu.. semakin kita membiarkannya menjadi luka batin yang basah, bernanah, dan hanya mengendap kian pekat di satu wadah. Pada akhirnya, ketika wadah itu penuh, tak lagi sanggup menampung segala perasaan negatif yang tadinya sengaja kita tepis, justru hanya akan menjadikannya meledak secara berlebihan. Membabi buta dan tanpa batas.
Kita tentu pernah, berada di satu posisi yang menyesali amarah karena menguar secara berlebihan yang seharusnya tak perlu semengerikan itu. Kita tak sadar, bahwa dampaknya.. tak hanya diri kita lah yang terluka, melainkan bisa pula orang lain. Orang-orang yang dalam keseharian lebih intens berinteraksi dengan kita. Orang-orang yang tak memahami bahwa luapan emosi tersebut adalah endapan-endapan dari beban yang sebelumnya dibiarkan. Terabai dan tak beroleh penanganan.
Karenanya tak salah untuk berkata "aku tidak baik-baik saja.." ketika sedang berada di fase buruk, atau sebut saja futur. Lalu kemudian kita berusaha mencerna kembali perasaan yang dirasa untuk menemukan ruang dan melerainya dengan tenang. Demi menebus rasa nyaman dan damai. Menyembuhkan diri sendiri, menerima segala apa yang terjadi pada diri sebagai sesuatu hal yang memang harus berlaku di luar kendali kita sebagai manusia biasa.
Kita juga tak perlu bertanggung jawab atas rasa sakit, trauma, luka batin yang orang-orang terdekat lakukan di masa lalu. Tetapi sudah menjadi kewajiban kita untuk menyembuhkan diri di masa kini, masa depan kemudian, agar tak terus menerus menjadi luka batin yang menganga tanpa bisa tersembuhkan. Kalimat yang terasa merangkul tanpa memukul, sebab memang demikianlah seharusnya.
Banyak orang hanya bisa men-judge permasalahan orang lain, menganggap sepele penderitaan orang lain, menganggap apa yang orang lain rasakan sangatlah berlebihan. Jangankan menjadi pendengar yang baik, mereka dengan sepihak mematahkan perasaan yang seharusnya beroleh kekuatan dari dukungan. Orang-orang yang berlaku demikian karena mungkin tak pernah mengalami langsung masa-masa sulit dan rentetan kejadian kelam yang membekaskan rasa trauma teramat dalam.
Orang-orang seperti mereka, secara beruntung menghadapi kehidupan yang jauh lebih baik atau mungkin karena menerima support sistem yang tepat hingga tak perlu memendam luka batin berlarut-larut. Mereka berhasil sembuh tanpa memendam pengalaman traumatis sampai pada alam bawah sadarnya.
Dan di 2021 ini, aku ingin kembali re-komitmen untuk menjadi sesosok kuat yang bukan hanya berpura-pura kuat dengan menyembunyikan lukanya, melainkan menjadi kuat sebab sungguh-sungguh mampu berdamai dengan setiap hal pelik yang datang, sebagai bagian dari babak demi babak kehidupan. Menjadi orang yang kuat sebab mampu memaafkan ketidak-mampuan dirinya untuk menjadi sesempurna apa yang orang anggap ideal tanpa perlu menyesali ketidakmampuan itu.
Hanya ingin menjadi diri sendiri, apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada. Sebab setiap kita memiliki versi original bagi diri masing-masing. Memakai topeng yang berbeda bukanlah keharusan, bukan pula pilihan. Be your self, bahkan ketika orang lain tak bisa menerima kulit aslimu sebaik apa yang kamu harapkan.
Di mata mereka yang membenci kita, seterusnya kita adalah duri dalam pandangan matanya.
Di mata mereka yang tulus mencintai kita, tak masalah untuk menjadi salah sesekali, kita bukan malaikat, kita hanya manusia biasa, kapasitas kita pun terbatas dalam skala tertentu.
Ada yang bisa diperbaiki, ada yang cukup diambil sebagai pembelajaran lalu kembali mengayun langkah lebih pasti.
Kita tak perlu menjadi individu yang di setiap waktu berbeda rupa hanya agar diterima di lingkungan, di mana ada kita di dalamnya. Karena akan terasa lelah sekali. Hanya ada rasa kecewa, sakit, menderita, bahkan setelah mati-matian berupaya, tak ada apresiasi dan penerimaan yang layak dari manusia seperti mereka.
Karena itu, tetap jadi diri sendiri dengan prinsip yang diyakini. Benar dan salah menurut sebagian orang toh juga relatif.
Sebab itu, tak perlu lagi terdiskriminasi oleh perbedaan-perbedaan yang orang lain jadikan sekat juga peluang untuk menikam perasaanmu. Jangan lagi terluka ketika banyak hal memunggungi ekspektasi yang ada, walau sebatas beroleh pengakuan dari setiap pencapaian yang sudah kamu perjuangkan.
Untuk semua hal yang berlaku, berlalu, tetapi masih tetap mengikuti serupa bayangan.. sesekali kita akan menyesali dan menangisi semua rasa sakit itu, di titik kemudian kita akan menerimanya sebagai bagian dari takdir yang sudah semestinya, di tahap berikutnya kita akan memaafkan dan berdamai dengannya.
Teruntuk setiap hal yang kendati terasa menyakitkan, tetapi membuat diri kita terus tumbuh hingga sejauh ini. Menjadi kian dewasa, semakin matang, lebih bijaksana.
Kita hari ini, mungkin adalah akumulasi dari kesalahan maupun kegagalan yang pernah ada di masa lalu.. tetapi karena itu pula kita bertumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh. Pribadi yang semakin luar biasa.
Hai diri, aku, kamu, iya.. kita semua.. mari berbahagia :)
Semoga bermanfaat .. ^^
_______________________
Magelang, 4 Januari 2021
copyright : www.bianglalahijrah.com
6 Komentar
pasti bisa kak. Luka pengasuhan memang membekas selamanya. We ha to deal with it
BalasHapusAamiin, semoga ya. Sama-sama mendoakan. Semoga luka itu cukup sebagai pembelajaran berharga walau lukanya masih saja terasa basah. Terima kasih sudah berkunjung ke laman ini :)
HapusApapun yang terjadi yakinlah bahwa hidup kita dalam pengawasan Allah sehingga Allah tidak lepas tangan dan selalu membimbing kita setiap langkah
BalasHapusAamiin allahumma aamiin. Yakin, bahwa segala sesuatunya juga tak lepas dari ketetapan Allah ya Mbak.. terima kasih sudah berkunjung :)
Hapusya, tentu bisa melepas itu semua dengan ikhtiar dan doa
BalasHapusAamiin aamiin, biidznillah. Terima kasih, Bunda :)
HapusAssalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)