Menulis adalah Kebutuhan Jiwa, Ruang Berekspresi, Sekaligus Terapi
Dapat komentar lagi dari salah seorang kenalan. Bukan sekali ini saja dapat komentar serupa karena tulisan yang kuposting [kata mereka] selalu panjang-panjang. Entah itu di sosmed, Instagram, terlebih lagi di blog.
Memang iya, karena menurutku blog adalah wadah yang pas untuk menulis. Tak ada tenggat harus seberapa pendek atau panjang tulisan itu, semua tergantung padamu.
Lagi pula rasanya lucu jika hanya menulis beberapa paragraf saja. Padahal sudah meluangkan waktu dan duduk manis di depan laptop.
Menulis juga murni karena aku ingin menulis. Pertama untuk diriku sendiri. Jika kemudian orang lain membacanya dan merasa senang, atau mungkin ada secuil kebaikan yang bisa mereka peroleh dari tulisanku, kuanggap itu bonus.
Menulis juga murni karena aku ingin menulis. Pertama untuk diriku sendiri. Jika kemudian orang lain membacanya dan merasa senang, atau mungkin ada secuil kebaikan yang bisa mereka peroleh dari tulisanku, kuanggap itu bonus.
I write for me.
Sejauh ini menulis sungguh adalah kebutuhan jiwa, bukan hanya sekedar selingan di waktu senggang. Jadi aku memang menulis saat aku merasa butuh untuk menulis. Aku akan memposting tulisan itu jika dirasa cukup dan semua yang ingin kusampaikan sudah terangkum di sana. Tak peduli seberapa panjang tulisan itu bagi orang lain, karena sejak awal aku menulis untuk diri sendiri. :)
Soal ide atau inspirasi saat menulis, kebanyakan bersumber dari pengalaman pribadi. Kehidupan keseharian. Dari orang-orang yang kukenal atau apa yang kudengar, kulihat, dan kutangkap di luar sana.
Itu mengapa saat kami sekeluarga piknik aku tak hanya berniat untuk sekedar jalan-jalan dan mengabadikan moment dengan berfoto ria. Tetapi juga mengeksplore apa saja yang tersaji di kehidupan sekitar ke dalam otakku. Membuat semacam draft di sana. Di waktu yang pas baru aku akan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.
Itu mengapa saat kami sekeluarga piknik aku tak hanya berniat untuk sekedar jalan-jalan dan mengabadikan moment dengan berfoto ria. Tetapi juga mengeksplore apa saja yang tersaji di kehidupan sekitar ke dalam otakku. Membuat semacam draft di sana. Di waktu yang pas baru aku akan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.
Rumusnya : lihat, dengar, resapi, kemudian tulis.
Ada banyak sekali bukan? Kisah-kisah inspiratif di luar sana yang mungkin tak pernah tersentuh oleh orang lain. Padahal kisah-kisah itu bernafas di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Kisah yang jika dibagi pada orang banyak, barangkali ada segelintir orang di luar sana yang memerlukan kisah heroik orang lain untuk bangun dari keterpurukannya. Kisah yang dapat memotivasi orang lain untuk kebaikan. Paling tidak kita akan merasa lapang setelah membaca kisah tersebut.
So, selain mendengar musik maka jalan-jalan juga menjadi moodboster jika saat menulis aku mengalami blockwriter. Yaaa .. meskipun cuma ke Alun-Alun kota :D
BTW.. menulis itu tak hanya asal duduk, berceloteh, kemudian posting. Tidak begitu. Sebab nyatanya butuh waktu untuk mencerna ulang tulisan yang ingin kuposting tadi. Dari tahap menulis, edit, baru kemudian posting. Kadang aku sampai menghabiskan waktu beberapa jam hanya untuk mematangkan tulisan hingga merasa yakin bahwa postingan tersebut layak untuk dikonsumsi publik. Sampai aku merasa mantap bahwa tulisan itu bisa memberikan hal positif bagi orang lain. Sekalipun yang kutulis adalah kisah hidupku sendiri.
Jadi mau nulis apapun, harus benar-benar dari hati. Dari hasil refleksi, perenungan diri sendiri. Murni dari apa yang sedang dialami dan dirasakan saat itu. Mengingat sesuatu yang lahir dari hati [katanya] akan sampai pula ke hati pembacanya. Kuharap begitu.
Pun motivasi pertama saat menulis, aku ingin berbagi hal-hal yang mungkin pernah terasa pahit namun kemudian mengalirkan sebuah hikmah. Hikmah yang sangat sayang jika kusimpan sendiri. Jadi mengapa tidak membaginya saja lewat menulis? Agar bisa bermanfaat pula untuk orang lain.
Karena menulis juga bisa menjadi ladang pahala. Ladang yang mengalirkan pahala jariyah untukmu hingga ke alam kubur. Selama tulisan itu berisi kebaikan dan menghasilkan kebaikan.
Dengan menulis berarti kau tengah membingkai sekaligus mengabadikan semua kenangan dan pengalaman hidupmu.
Dengan menulis berarti kau tengah membingkai sekaligus mengabadikan semua kenangan dan pengalaman hidupmu.
Suatu hari kelak tulisan itu bisa menjadi cermin baik itu untukmu maupun orang lain. Cermin yang membuat si penulis abadi dalam tulisannya.
Satu lagi, saat menulis aku selalu merasa bahagia. Walau sekusut apapun benang yang tadinya melilit di dalam kepalaku. Menulis sungguh membuatku merasa tenang, sebab sesuatu yang hanya terpendam di dalam sana menemukan ruang yang tepat untuk berbagi. Ada kelegaan yang tak bisa ditebus dengan apapun kecuali saat menulis.
Because Writing is Loving for me. Writing then I'm Happy.
Because Writing is Loving for me. Writing then I'm Happy.
Tulisan yang jujur dengan uraian penuh dorongan hati akan mentransfer reaksi yang jujur pula di hati pembaca. ~ Soe Hok Gie ~
Magelang, 30 Juli
Copyright : @bianglalahijrah_
Baca juga:
Jangan Berhenti Menulis
Writing Again
Bicara atau Menulis?
0 Komentar
Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)