Bicara atau Menulis? Karena Hanya Kata yang Terucap yang Tak Bisa Disunting Lagi
Wisata Alam Bukit Ngisis, Perkebunan Teh Nglinggo, Kulon Progo Yogyakarta |
Alasan mengapa aku lebih suka menulis segala sesuatu. Karena lebih mudah untuk menjelaskannya lewat tulisan ketimbang berbicara. Seringkali aku merasa lepas kendali begitu sudah berbicara. Aku bahkan sering termenung ulang untuk mengoreksi kata-kata apa saja yang sudah kuucapkan seharian ini. Mirisnya begitu mulut sudah bicara, sulit sekali untuk menahan apa yang akan keluar. Hal tersulit karena kau tak pernah bisa menyaring kembali kata-kata yang sudah keluar dari mulutmu. Tak ada pilihan 'edit' atau 'delete' untuk memperbaiki kesalahan kata yang sudah terlontar.
Aku mungkin bukan pembicara yang baik. Aku bahkan kerap menyesali apa saja yang sudah kukatakan. Karena setelah itu aku baru berpikir, mengapa harus semua itu yang keluar? Apa mungkin menyakiti orang lain? Apa aku terlihat bodoh dan kikuk di hadapan orang lain?
Banyak hal yang ingin aku jelaskan. Tetapi nyatanya berbicara bukanlah satu-satunya solusi untuk menjelaskan apa yang ingin aku sampaikan kepada orang lain. Karena mungkin aku bisa saja salah dalam menyampaikan. Dan orang lain bisa saja salah dalam menyimpulkan. Mungkin aku hanya kurang percaya diri? Aku ragu pada diri sendiri. Apakah kata-kata yang keluar dari mulutku adalah sesuatu yang bermanfaat atau hanya sekedar omongan tanpa makna belaka. Aku takut. Hal yang paling kutakutkan adalah kata-kata yang keluar dari mulutku sendiri.
Karena kita tak pernah tahu apakah ucapan itu baik menurut orang lain atau justru sebaliknya. Sebab kadang, tak semua omongan yang bermaksud baik bisa ditangkap baik oleh orang lain.
Tetapi begitu sulit menahan diri. Sedang tak semua orang bisa menerima itu sebagai salah satu kekuranganmu yang paling mencolok. Tak semua orang bisa mengerti maksud di balik apa yang kau katakan. Kadang kala kesalahpahaman muncul karena seseorang salah menafsirkan ucapan orang lain. Kesalahpahaman datang karena kita tak bisa membaca tanggapan orang lain dengan baik.
Membingungkan memang. Itulah sebabnya aku tak hanya setuju, aku juga ingin untuk lebih banyak menulis ketimbang berbicara. Saat menulis aku leluasa untuk mengedit ulang kata-kata yang salah pada tulisanku. Sedang saat berbicara? Aku hanya bisa menyayangkan diri sendiri. Namun tak pernah bisa menarik kembali kata-kata yang sudah keluar. Tak bisa memperbaiki kesalahan kata yang terucap.
Aku tak ingin mengulang banyak kesalahan lewat ucapan. Barangkali itu mengapa dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa alangkah baiknya untuk memilih diam jika dirasa tak ada sesuatu yang bermanfaat dari kata-kata yang akan terucap. Karena tak satu pun orang yang benar-benar bisa mengoreksi ucapannya secara keseluruhan. Tak satu pun orang yang mampu menjaga setiap kata untuk tak keluar dengan percuma dari mulutnya. Kata-kata yang nantinya apakah akan menimbulkan manfaat atau justru mudharat.
Memang, lidah mampu menembus apa yang tak bisa ditembus oleh benda tajam. Lidah mampu melukai dan menyisakan luka yang kadang membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Bagaimana jika aku berbicara banyak kata yang tanpa sadar, tanpa sengaja, telah melukai hati banyak orang. Siapapun itu.
Sungguh, aku minta maaf. Semoga dengan menulis aku bisa melatih diri sendiri untuk hanya menyampaikan hal-hal baik ketimbang berbicara tanpa ada manfaat di dalamnya. Aamiin. Aamiin. Aamiin. Doakan aku. Insyaa Allah.
Copyright : @bianglalahijrah_
0 Komentar
Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)