Hari Untuk Ibu (Special For My Mother)
Satu
hari menjelang perayaan hari ibu. Aku gelisah menghubungi nomor ibu yang tidak
juga dapat dihubungi sejak kemarin. Entah apa yang terjadi padanya? Yang aku
tahu, ibu tidak biasanya seperti ini. Setidaknya, dia akan memberitahuku jika
ada sesuatu hal yang mengharuskannya untuk menon-aktifkan selulernya. Atau
mungkin kendalanya ada pada baterai handpone
yang mendadak lowbat atau charger handpone yang terselip entah ke
mana dan ibu kesukaran mencarinya. Maka jadilah seperti hari ini. Hari di mana
seharusnya aku bisa menghubungi ibu dengan keceriaan serta rasa bahagia yang
tidak dapat digambarkan oleh cara apapun. Berbalik menjadi hari yang justru
membuatku gusar akan keadaan ibu.
Aku
semakin cemas saat nomor ayah juga berlaku hal sama. Di mana mereka? Tidak ada
satu pun jawaban dari panggilan yang aku terima. Apa ibu sedang sakit atau
bagaimana? Aku tidak tahu.
Esoknya
lagi, aku masih setia menunggu waktu atau keberuntungan yang akan berpihak
padaku. Aku sama sekali tidak ingin melewatkan moment spesial ini untuk
membuktikan bahwa aku begitu mencintainya. Sedikitpun aku tidak ingin terlepas
dari semua bayangan dan kenangan indah yang terus bergelayut di benakku.
Kenangan saat ada banyak hal yang tidak aku ketahui dan aku menjadi lebih haus
untuk dapat mengetahui banyak hal, maka dia lah tempat pertama yang bersedia
menampung berjuta pertanyaan yang akan aku lontarkan untuk memuaskan rasa ingin
tahuku. Tentu saja dengan kecerdasannya, tidak ada satu pun dari pertanyaanku
yang sukar untuk dia jawab. Jawaban yang sekali lagi akan menambah rasa kagumku
padanya.
Ibu,
rasanya baru tiga hari yang lalu aku mendengar suaramu yang tampak begitu
bahagia setiap kali menghubungiku. Bagaimana mungkin aku bisa melewatkan satu
hari dalam satu tahun, sebagai waktu yang tepat untuk membuktikan rasa cintaku
yang sama besarnya dengan cinta yang kau miliki untukku, mungkin lebih.
Bagaimana
mungkin aku bisa membiarkan hari ini berlalu begitu saja tanpa meninggalkan
kesan dan rasa bahagia di hatimu. Tapi bukan berarti aku berfikir untuk
membalas semua kebaikanmu yang tidak terhitung hanya dalam jangka satu, dua,
atau tiga hari, dengan satu hari ini. Tidak. Aku tidak ingin membayar semua
hari-hari yang bahkan telah terhitung dalam hitungan tahun, belasan tahun,
hanya dengan hari ini. Walau kau juga pantas untuk menerima penghargaan
terbesar di satu hari ini untuk semua baktimu kepada apa yang telah kau
besarkan selama ini, hingga aku tumbuh seperti saat ini. Aku yang juga akan
menjadi sama sepertimu. Sebentar lagi. Tidak lama lagi.
Ini
mungkin biasa saja untukmu karena kau tidak pernah meminta balasan yang jauh
lebih indah dariku, tapi aku lah yang merasa pantas dan wajib memberikan
penghargaan ini meski tanpa kau minta. Ibu, aku mengkhawatirkanmu.
Malam
ini, hanya tinggal menghitung detik yang akan bergulir menjadi jam. Hanya dalam
hitungan waktu itu aku bisa membuktikan betapa besar rasa sayangku yang berpadu
dengan rasa rindu padamu, meski dalam jarak yang jauh. Karena, jika saja kau
berada dekat denganku maka aku akan menghadiahkan hadirku di sisimu selama satu
hari penuh hanya untuk dirimu, hidupmu, dan seluruh kebahagiaanmu. Hari yang
sekali lagi tidak akan pernah cukup untuk membayar seluruh apa yang telah kau
berikan untukku.
Ibu,
aku semakin cemas tentangmu. Bagaimana keadaanmu? Aku sama sekali tidak
menemukan cara lain untuk dapat menghubungimu. Seandainya saja aku memiliki
kantung doraemon yang memiliki pintu ajaib atau mesin waktu, aku pasti akan
menggunakannya untuk mendatangimu tanpa perlu membiarkan rasa cemas menghantuiku.
Seandainya saja jarak ini begitu dekat, yang hanya terpisah oleh batas pagar
dari rumah satu ke rumah yang lainnya, aku hanya perlu mengangkat tinggi-tinggi
kakiku untuk bisa melewati pagar, lantas segera menemuimu. Tapi nyatanya tidak.
Aku
hampir menangis menahan keputusasaan yang mendekapku dalam
kekhawatiran yang benar-benar kalut di otakku. Aku akan sangat menyesal jika
harus menunggu waktu selama satu tahun lagi untuk menunggu hari di moment yang
sama pada tahun yang akan datang. Aku ingin hari ini, tahun ini, detik ini. Aku
tidak tahu apa tahun yang akan datang masih ada untukku. Atau aku akan bertemu
kembali dengan hari itu tapi tidak denganmu. Aku tidak tahu.
Ibu
aku putuskan untuk tetap mengirimu pesan lewat seluler. Berharap saat kau
mengaktifkan kembali selulermu, pesan ini akan tetap sampai dan kau bisa
membukanya tanpa merasa bahwa aku benar-benar lupa dengan hari ini. Tepat pukul
duabelas tengah malam, semoga angka 22 di kalender Desember tahun ini. Akan aku
jumpai kembali pada tahun depan, bersama ibu, dan dalam jarak yang dekat juga
waktu yang tidak akan lagi membiarkan seluler menjadi insiden yang menghalangi
semua kebahagiaan ini.
“Bu,
aku ingin mengucapkan… ‘Selamat Hari Ibu’...”
Magelang,
22 Desember 2012
Oleh : Putri An-Nissa Nailathul Izzah
0 Komentar
Assalamu'alaikum. Terima kasih sudah singgah dan membaca tulisan di Blog saya. Semoga bisa memberikan manfaat. Jangan lupa tinggalkan jejak baik di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya. Ditunggu kunjungan selanjutnya :)